Jumat, 12 April 2013

ISLAM MENGAJARKAN KEADILAN BUKAN PERSAMAAN DALAM SEGALA HAL
Penulis : Al-Ustadz Abu Karimah Askari bin Jamal Hafizhahullah

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاء بِمَا فَضَّلَ اللّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنفَقُواْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللّهُ
(QS.An-Nisaa:34)
Penjelasan beberapa mufradat ayat
(قوامون) : Qawwamun adalah jamak dari qawwam, yang semakna dengan katta qoyyim, yang berarti pemimpin, pembesar, sebagai hakim dan pendidik, yang bertanggung jawab atas pengaturan sesuatu. Namun kata “qawwam” itu memiliki arti yang lebih dari “qayyim”.
(lihat: Tafsir Ibnu Katsir dan Al-Baghawi).

Ibnu Abbas dalam menjelaskan ayat ini berkata: “qawwam” artinya pemimpin, dimana wajib atas seorang istri taat kepadanya terhadap apa yang Allah perintahkan padanya untuk taat kepada suami,dan mentaatinya dengan berbuat baik kepada keluarganya,dan menjaga hartanya.
(tafsir At-Thabari).
(بما أنفقوا من أموالهم) : “dengan apa yang mereka nafkahkan dari harta-harta mereka”, mencakup semua jenis nafkah yang Allah wajibkan kepada kaum lelaki untuk kaum wanita didalam Al-kitab dan As-Sunnah, baik berupa mahar pernikahan, berbagai macam nafkah dalam keluarga, dan beban-beban lainnya.
(قانتات) : Maknanya adalah wanita-wanita yang ta’at kepada suaminya, sebagaimana yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan yang lainnya. (tafsir Ibnu Katsir)
(حافظات للغيب) : yaitu para wanita yang senantiasa memelihara suaminya, dengan cara memelihara kehormatan dirinya dan menjaga harta suaminya.
(بما حفظ الله) : yang terpelihara adalah yang dijaga oleh Allah U.
PENJELASAN AYAT
Berkata Al-Allamah As-Sa’di rahimahullah Ta’ala:
“(Allah) Ta’ala mengabarkan bahwa kaum lelaki itu pemimpin atas kaum wanita, yaitu menjadi penegak atas mereka dalam memerintahkan mereka untuk melaksanakan hak-hak Allah Subhaanahu wata’ala, agar memelihara kewajiban-kewajiban, dan mencegah mereka dari berbagai kerusakan. Maka kaum lelaki wajib memerintahkan kaum wanita dengan hal tersebut, dan menjadi penegak atas mereka juga dalam hal memberi nafkah kepada mereka, memberi pakaian, tempat tinggal. Kemudian Allah menyebutkan sebab yang yang mengharuskan kaum lelaki mengurusi para wanita, maka Dia berfirman “dengan apa yang telah Allah utamakan sebagian mereka atas sebagian yang lain dan dengan apa yang mereka beri nafkan dari harta-harta mereka”, yaitu dengan sebab keutamaan kaum lelaki diatas kaum wanita, dan diberikannya kelebihan atas mereka.
Maka diutamakannya kaum lelaki diatas kaum wanita dari berbagai sisi: dari sisi memegang kepemimpinan dalam negara hanya dikhususkan bagi kaum lelaki, kenabian, kerasulan, dikhususkannya mereka dalam sekian banyak dari perkara ibadah seperti berjihad, melaksanakan (shalat) hari raya dan jum’at. Dan dengan apa yang Allah khususkan kepada mereka dari akal, ketenangan, kesabaran, kekuatan yang mana para wanita tidak memiliki yang semisal itu. Demikian pula mereka dikhususkan dalam memberi nafkah kepada istri-istri mereka, bahkan kebanyakan dari pemberian nafkah tersebut khusus menjadi tanggung jawab kaum lelaki, dan ini yang membedakan mereka dari kaum wanita. Dan mungkin ini rahasia dari firman-Nya “dengan apa yang mereka memberi nafkah …” dan objeknya dihapus (tidak disebutkan), untuk menunjukkan keumuman nafkah. Maka diketahuilah dari ini semua bahwa seorang laki-laki berkedudukan seperti pemimpin, tuan dihadapan istrinya. Dan istri dihadapan suami bagaikan tawanan dan pelayannya, maka tugas seorang lelaki adalah menegakkan apa yang telah Allah berikan kepadanya berupa tanggung jawab pemeliharaan. Sedangkan tugas wanita adalah ta’at kepada Rabb-nya, ta’at kepada suaminya. Oleh karena itu , Allah berfirman:
“wanita-wanita yang shalihah, dan yang tunduk”, yaitu ta’at kepada Allah Subhaanahu wata’ala, “memelihara diri disaat ghaib”, yaitu senantiasa ta’at kepada suami-suaminya walaupun disaat suami tidak disisinya, memelihara suaminya dengan menjaga diri dan hartanya. yang demikian itu adalah bentuk pemeliharaan Allah terhadap mereka, dan Allah memberi taufiq kepada mereka, bukan dari jiwa mereka sendiri, sebab jiwa tersebut selalu memerintahkan kepada keburukan, namun siapa yang bertawakkal kepada Allah, maka Allah memberi kecukupan padanya dengan apa yang dia butuhkan dari perkara agamanya dan dunianya.”
(Tafsir taisir al-karim arrahman)
Islam adalah Agama yang mengajak kepada keadilan, Bukan mengajak kepada persamaan dalam segala hal
Didalam ayat ini menjelaskan bahwa kaum lelaki memiliki perbedaan dengan kaum wanita, dan Allah memberikan kelebihan kepada kaum lelaki dalam hal kepemimpinan yang tidak dimiliki oleh kaum wanita. Didalam ayat yang lain,Allah berfirman:
وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ
(QS.Al-baqarah:228)
Oleh karena itu, islam memerintahkan untuk memberikan kepada masing-masing yang memiliki hak haknya,dan inilah yang disebutkan keadilan. Adil bukanlah persamaan hak dalam segala hal, namun adil adalah menempatkan setiap manusia pada tempatnya yang selayaknya dan semestinya, dan menempatkan segala sesuatu pada posisinya yang telah diatur dalam syari’at-Nya.Allah memerintahkan kepada keadilan, dan bukan kepada persamaan antara sesama manusia dalam segala hal.Firman-Nya:
وَإِذَا حَكَمْتُم بَيْنَ النَّاسِ أَن تَحْكُمُواْ بِالْعَدْلِ
(QS. An-Nisaa:58)
Dan firman-Nya:
وَلاَ يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلاَّ تَعْدِلُواْ اعْدِلُواْ هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُواْ اللّهَ إِنَّ اللّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
(QS.Al-maidah:8)
Dan ayat-ayat yang berkenaan tentang masalah ini sangat banyak sekali. sedangkan persamaan antara sesama manusia bukanlah ajaran islam, bahkan islam senantiasa menyebutkan perbedaan antara satu dengan yang lainnya, sesuai standar syari’ah dan kemaslahatan yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya.Allah membedakan antara yang muslim dan yang kafir, yang ta’at dan yang berbuat kemaksiatan, dalam firman-Nya:
لَا يَسْتَوِي أَصْحَابُ النَّارِ وَأَصْحَابُ الْجَنَّةِ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ هُمُ الْفَائِزُونَ
“Tidak sama antara para penghuni neraka dengan para penghuni surga, para penghuni surga itulah yang memperoleh kemenangan.” (QS. Al-hasyr: 20)
dan firman-Nya:
أَمْ نَجْعَلُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ كَالْمُفْسِدِينَ فِي الْأَرْضِ أَمْ نَجْعَلُ الْمُتَّقِينَ كَالْفُجَّارِ
“Pantaskah Kami memperlakukan orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan sama dengan orang-orang yang berbuat kerusakan di bumi? “Atau pantaskah Kami menganggap orang-orang yang bertakwa sama dengan orang-orang yang jahat?”
(QS.Shaad:28)
Allah juga membedakan antara orang yang berilmu dengan yang tidak berilmu,dalam firman-Nya:
أَمَّنْ هُوَ قَانِتٌ آنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الْآخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ
“(Apakah kamu orang musyrik) yang lebih beruntung ataukah orang y ang beribadah pada malam hari yang sujud dan berdiri, karena takut kepada (adzab) akhirat danmengharapkan rahmat Tuhan-Nya? Katakanlah, “Apakah sama antara orang yang mengetahui dan orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya hanya orang yang berakal sehat yang mampu menerima pelajaran”.
(QS.Az-Zumar: 9)
Dan masih banyak lagi ayat-ayat yang menjelaskan tentang adanya perbedaan kedudukan masing-masing manusia dan tidak menyamakan antara mereka. Bahkan Rasulullah Saallallohu ‘alaihi wasallam, mengingkari Dzulkhuwaishirah yang menginginkan agar pembagian harta rampasan perang dilakukan secara merata, dan menganggap bahwa hal tersebut termasuk keadilan. Dalam hadits Abu Sa’id Al-Khudri radiyallohu ‘anhu, dimana beliau berkata: tatkala Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam, sedang membagi harta berupa emas, maka datanglah Abdullah bin dzilkhuwaishirah At-Tamimi lalu berkata: berbuat adil-lah engkau wahai Rasulullah. Maka Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam, menjawab: celaka engkau, siapakah yang akan berbuat adil jika aku tidak berbuat adil. Maka berkata Umar: izinkan aku untuk memenggal lehernya. Nabi Shallallohu ‘alaihi wasallam, menjawab: biarkan dia, karena sesungguhnya dia memiliki pengikut yang salah seorang kalian menganggap rendah shalatnya dibandingkan shalat mereka, puasanya dibandingkan puasa mereka, mereka keluar dari agama sebagaimana keluarnya anak panah dari sasarannya.”
(HR.Bukhari:6534)
Dalam riwayat Muslim disebutkan bahwa tatkala Ali bin Abi Thalib radiyallohu ‘anhu datang dari negeri Yaman dengan membawa emas yang masih bercampur tanah, lalu Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam, membaginya untuk empat orang: Uyainah bin Hisn, Al-Aqra’ bin Habis, Zaid Al-khail, yang keempat apakah Alqamah bin Ulatsah atau Amir bin At-Thufail.Lalu datanglah Dzulkhuwaishirah tersebut……”
(HR.Muslim:1064)
Hadits ini menjelaskan kepada kita bahwa Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam, tidak membagi rata apa yang beliau dapatkan dari harta tersebut, namun Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam memberikan kepada mereka yang belihat pandang lebih mendatangkan kemaslahatan untuk diri orang tersebut. Didalam hadits yang lain beliau Shallallohu ‘alaihi wasallam, bersabda:
Wahai Sa’ad, sesungguhnya aku memberikan (harta) kepada seseorang,padahal yang lain aku lebih cinta kepadanya daripada orang yang kuberi tersebut, karena aku khawatir orang tersebut dilemparkan Allah ke dalam neraka.”
(HR.Bukhari (27),Muslim (150))
Demikian pula halnya antara kaum lelaki dan wanita, Allah Subhaanahu wata’ala, memerintahkan manusia untuk berbuat adil kepada mereka, dengan memberikan haknya kepada yang berhak menerimanya, sesuai ketentuan yang telah ditetapkan dalam syari’at. Sebab, menyamakan antara lelaki dan wanita dalam segala sesuatu adalah suatu hal yang bertentangan dengan fitrah dan syariat. Bagaimana tidak, dari sisi penciptaan saja mereka sudah berbeda, diantaranya:
- Wanita memiliki bentuk tubuh dan jenis kelamin yang berbeda dengan kaum lelaki
- Wanita lebih lemah dibanding kaum lelaki
- Wanita melahirkan, tidak demikian halnya kaum lelaki
- Wanita mengalami masa haid, tidak bagi kaum lelaki
Dan masih banyak lagi perbedaan diantara keduanya.
Maka dari itulah,Allah azza wajalla, yang Maha mengetahui kemaslahatan hamba-Nya, menempatkan mereka pada posisinya masing-masing. Diantara perbedaan antara keduanya dari sisi syariat adalah:
- Wanita diperintahkan berhijab dengan menutupi seluruh tubuhnya, tidak demikian halnya kaum lelaki
- Wanita dianjurkan tinggal dirumahnya dan tidak keluar dengan bertabarruj, tidak demikian halnya kaum lelaki
- Lelaki menjadi pemimpin rumah tangga dan melindungi yang lemah dari para wanita
- Lelaki mendapatkan warisan dua kali lipat dibanding wanita
Dan yang lainnya dari perbedaan yang telah ditetapkan Allah azza wajalla, yang lebih mengetahui kemaslahatan para hamba-Nya tersebut.

Lelaki Adalah Pemimpin Dalam Bernegara dan Berumah Tangga
Ayat Allah Subhaanahu wata’ala, yang mulia ini menjelaskan bahwa seorang lelaki adalah pemimpin bagi kaum wanita, dan seorang wanita adalah adalah berada dibawah perlindungan dan pemeliharaan lelaki. Oleh karena itu, seorang wanita tidak diperbolehkan diberi tanggung jawab sebagai pemimpin yang membawahi kaum lelaki, sebab hal tersebut bertentangan dengan keadaan penciptaan wanita itu sendiri yang penuh dengan kelemahan dan kekurangan, yang dapat mengantarkan kepada timbulnya kerusakan dan kehancuran. Didalam hadits yang diriwayatkan Bukhari dari hadits Abu Bakrah radiyallohu ‘anhu, berkata: tatkala sampai berita kepada Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam, bahwa penduduk Persia mengangkat sebagai pemimpin yang memimpin mereka adalah seorang anak wanita Kisra[1] (gelar raja Persia), maka beliau bersabda:
لَنْ يُفْلِحَ قَوْمٌ وَلَّوْا أَمْرَهُمْ امْرَأَةً
“tidak akan beruntung suatu kaum yang mereka menyerahkan urusan mereka kepada seorang wanita”
(HR.Bukhari,kitab Al-Maghazi,bab:kitabun Nabi Shallallohu ‘alaihi wasallam ilaa Kisra wa Qaishar:7/4425,bersama al-fath)
Berkata Al-Hafidz setelah menyebutkan hadits ini: berkata Al-Khattabi: dalam hadits menuunjukkan bahwa seorang wanita tidak boleh memegang kepemimpinan dan qadha’.
(fathul Bari:7/735)
Dan tidak ada perselisihan dikalangan para ulama tentang tidak diperbolehkannya kaum wanita menjadi memimpin Negara.
(lihat penukilan kesepakatan tersebut dalam kitab: Adhwa’ul bayan,Asy-Syinqithi: 1/75, Al-Qurthubi dalam tafsirnya menukil dari Al-Qadhi Abu Bakar Ibnul Arabi:13/183,Ahkamul Qur’an ,Ibnul Arabi:3/482)
Demikian pula dalam hal berumah tangga, seorang suami adalah pemimpin dan penanggung jawab terhadap rumah tangganya. Didalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari hadits Abdullah bin Umar radiyallohu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda:
كُلُّكُمْ رَاعٍ فمسؤول عن رَعِيَّتِهِ فَالْأَمِيرُ الذي على الناس رَاعٍ وهو مسؤول عَنْهُمْ وَالرَّجُلُ رَاعٍ على أَهْلِ بَيْتِهِ وهو مسؤول عَنْهُمْ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ على بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مسؤولة عَنْهُمْ وَالْعَبْدُ رَاعٍ على مَالِ سَيِّدِهِ وهو مسؤول عنه ألا فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مسؤول عن رَعِيَّتِهِ
Setiap kalian adalah pemelihara, maka dia bertanggung jawab atas apa yang dia pelihara. Seorang imam adalah pemelihara atas rakyatnya dan dia bertanggung jawab atas mereka, seorang lelaki adalah pemelihara atas keluarganya, dan dia bertanggung jawab atas mereka, seorang wanita adalah pemelihara terhadap rumah tangga suaminya dan anak-anaknya, dan dia bertanggung jawab atas mereka. Seorang budak adalah pemelihara atas harta tuannya, dan dia bertanggung jawab atasnya. ketahuilah, setiap kalian adalah pemelihara, dan setiap kalian bertanggung jawab atas apa yang dipeliharanya.”
(HR.Muttafaqun alaihi)
Akan tetapi, tatkala kaum lelaki memiliki kelebihan dari satu sisi, bukan berarti kedudukan wanita didalam islam tersebut rendah, sebab yang menjadi standar kemuliaan seseorang disisi Allah Azza wajalla, adalah ketaqwaan. Apabila seorang wanita senantiasa ta’at kepada Allah Subhaanahu wata’ala, ta’at kepada suami, memelihara kehormatan diri, menjaga harta suami disaat ia ditinggal, maka dia akan mendapatkan jaminan syurga yang tidak didapatkan oleh kebanyakan kaum lelaki yang tidak memiliki ketakwaan kepada Allah azza wajalla, Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam, bersabda:
إذا صلت المرأة خمسها و صامت شهرها و حصنت فرجها و أطاعت زوجها قيل لها  :  ادخلي الجنة من أي أبواب الجنة شئت
Jika seorang wanita melaksanakan shalat lima waktu, berpuasa dibulan ramadhan, memelihara kemaluannya, dan ta’at kepada suaminya. Maka dikatakan kepadanya: masuklah engkau kedalam syurga dari pintu mana saja yang engkau kehendaki.”
(HR.Ibnu Hibban dari Abu Hurairah t.Dan dishahihkan Al-Albani dalam shahih al-jami’:660).

[1] Wanita ini bernama Buuraan Bintu Syirawaih bin Kisra,disebutkan oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Fathul Bari menukil dari Ibnu Qutaibah . (fathuul Bari:7/735) Sumber : http://www.salafybpp.com/index.php?option=com_content&view=article&id=92:bahaya-emansipasi-wanita&catid=38:tafsir

hari sabtu jam 10:56
sumber :  http://kaahil.wordpress.com/2010/04/14/isu-gender-kenapa-wanita-minta-disejajarkan-dengan-lelaki-keadilan-bukan-berarti-persamaan-dalam-segala-hal/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar